Aku jadi ragu.

Aku pernah bilang padaku sendiri bahwa kepuasan, kebahagiaan, semua itu tidak pernah abadi. Bahkan, mereka terasa singkat. Hadir selama sekejap, setelah itu kecemasan dan keraguan kembali datang.

Atau mungkin ini karena ketidaksiapanku di masa lalu. Karena kesalahan dan ketidakpedulian terhadap persoalan yang pernah terjadi karenaku.

Salahku.
Mungkin juga ini salahku.

Entah kenapa, semuanya terasa menyiksa sekarang.

Apakah ini tidak apa-apa? Merasa tidak berdaya, merasa selalu mencemaskan sesuatu yang mungkin tidak perlu dicemaskan. Mungkin orang lain tidak bisa paham pemikiran anehku ini, aku paham. Tapi otak aneh ini selalu cemas.

Selalu membeku diam tanpa kata-kata ketika menatap matanya.

Apa itu cinta? Apa cinta menyakitkan?
Apa otak primitif ini merasakan cinta?
Lantas kenapa harus tersiksa?

Makin banyak pertanyaan, tak satupun yang terjawab. Otak ini makin membeku, makin tenggelam dalam keraguan. Tidak ada yang bisa memberi pertolongan padanya, mungkin saja jawaban sendiri enggan masuk ke dalamnya.

Bagaimana aku bisa menjawab semuanya?

Lalu ia bertanya sekali lagi,

Apa perlu menjawabnya?

Iya, pertanyaan ini yang harus kujawab.
Aku merasakannya, meski tidak tahu benar atau salah, tapi aku merasa, aku tidak perlu memikirkannya. Semoga perasaanku ini hadir karena sebuah alasan, bahwa tidak semua harus dipikirkan.

Semoga, merasakannya sudah cukup.

Wahai perasaan, apa jawabanmu?
Apa aku perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan itu? Karena pertanyaan itu selalu menyerang diam-diam, ketika otak sedang tidak memikirkan apa-apa, ketika ia tidak terjaga dalam pikiran. Di saat-saat itulah kau hadir, keraguan.

Apa perlu, keraguan itu dijawab?
Atau menunggu waktu, yang menjawab?

Aku harus merasakannya.

Wahai hati, aku ingin kau peka. Peka terhadap perasaanmu sendiri yang aku tahu itu ada, tapi hadirnya tak kunjung terlihat.

– 23 Maret 2017

2 respons untuk ‘

Tinggalkan Balasan ke Affan Batalkan balasan